“Prinsip yang ingin dibangun Presiden dari pertama kali
menjabat adalah “Kerja, Kerja, Kerja”
Hampir tak terasa 5 tahun
periode kepemimpinan presiden kita akan segera berakhir, sungguh sebuah
periode yang ramai telah disuguhkan kepada kita, bumbu-bumbu media massa
mewarnai periode tersebut dengan ciri khas mereka masing-masing, akan tetapi
tentu bukan tema hiruk pikuk periode tersebut yang akan penting untuk di bahas,
Akan tetapi sebuah evaluasi kritis terhada kepemimpinan yang selama ini
dirasakan agaknya penting untuk didalami.
Tidaklah terlalu sulit
kiranya guna menggambarkan garis besar dari kepemimpinan “sang presiden”, masa kepemimpinan yang akan berakhir ini bisa kita
gambarkan dengan kata kunci, slogan beliau yakni, “KERJA, KERJA, KERJA”. Sedikit
analisa semiotik bahasa, jelas dapat kita tangkap makna akan kata “kerja” yang
memiliki arti sebuah tindakan (action) dan terdapat pengulangan sebanyak tiga
kali, yang menjelaskan kesungguhan/penekanan, jadi agaknya dapat diambil sebuah
kesimpulan akan slogan tersebut yang bermakna suatu aksi adalah yang paling
utama.
“sebuah kesimpulan akan slogan
tersebut yang bermakna suatu aksi adalah yang paling utama”
“Aksi” atau “Tindakan
nyata” agaknya mampu menghantarkan presiden ke istana negara pada 2014 lalu,
kata tersebut memang sangat digemari oleh masyarakat, dimana hal ini jika
ditarik dalam ranah pembahasan yang mendalam akan tertumpu pada paradigma
filosofis populer abad ini. Suatu ‘aksi atau tindakan’ merupakan lawan kata
dari ‘konsep atau teori’ dimana dua hal tersebut seharusnya bersifat diaklektis
dan saling melengkapi, Akan tetapi kecenderungan dewasa ini adalah memilah antara
dua kata tersebut, dan lebih parahnya bahkan memilih salah satu dari dua kata
tersebut.
Pemilihan seperti itu
akan mengakibatkan sebuah konsekuensi npenghilangan kata yang lain, ketika anda
memilih tindakan anda haruslah meniadakan konsep dan begitu sebaliknya, hal ini
menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan dalam beraktivitas, agak anaeh
kiranya jika ber”aksi” tanpa “konsep” dan berkonsep tanpa aksi. Tetapi
inilah suatu paradigma sosial kita, dimana ketika suatu aksi dianggap lebih
penting, maka yang terjadi adalah hilangnya konsep dan teori yang berakibat
kesemrawutan bekerja, dikarenakan tidak adanya sinkronasi antara aksi dan teori
yang jelas.
“Bertindakan
lebih baik dari pada berteori”
Kalimat diatas jelas
merupakan kalimat yang indah, kalimat yang dimaknai secara mendalam dalam hati
sanubari masyarakat, entah darimana kalimat ini datang, akan tetapi jelas
kalimat ini merupakan jimat dan mantra bagi masyarakat kita, dan sering kita
tampilkan dalam jendela media sosial kita, entah sebagai kalimat mutiara atau
sebagai kalimat penyemangat. Akan tetapi jelas, seperti yang sudah tertera
sebelumnya, kalimat ini memiliki konsekuensi yang tidaklah kecil. Alih alih
menutupi dampak negatifnya kalimat ini mampu menyedot animo masyarakat luas,
sehingga sering digunakan sebagai sebuah jargon politik, dan tentu digunakan
dengan sangat baik oleh Presiden kita, guna memenangkan pemilu 2014.
Seperti yang sudah
dijelaskan diatas, kalimat tersebut berasal dari suatu pandangan akan lebih
pentingnya aksi dibandingka teori/konsep/gagasan, yang bilamana dijelaskan
lebih jauh dalam sitematika ilmu pengetahuan, kata aksi mewakili jenis dari
pengetahuan teknis. Aksi atau tindakan bersifat pragmatis, yakni suatu hal yang
mudah diterapkan ataupun dipraktikkan,
sifat pragmatis ini melekat dalam ilmu pengetahuan teknis
(fisika,kimia,TI, biologi geografi,otomotif,mesin dll) yang mengandalkan
eksperimentasi yang berbentuk pembuktian, dalam wilayah-wilayah keilmuan tersebut
praktik dan eksperimen menempati posisi yang peting guna mengabsahkan suatu
gagasan.