Untuk "Pencipta" filosofisku, simbol,tanda dan makna terliputi dalam wilayahMu.

Rabu, 16 Mei 2012



Mencoba menjawab request dari teman saya, mahasiswa sarjana peternakan Universitas Brawijaya,, lelaki yang tertarik untuk memahami hakikat-hakikat kehidupan (lelaki hebat haha) “Ikhlas” itulah kata kunci yang ia lontarkan kepada saya,, maka sayapun terglitik untuk membahasnya... Melanjutkan pembahasan tentang artikel kemarin, yang sedikitnya menyinggung soal peran Ego atau keakuan,, Terbayang-bayang siang dan malam diriku memikirkannya (hahaha ), “aku” hal yang bersifat mendasar yang perlu kita pahami lebih jauh lagi akan hakikat-hakikatnya, karena “aku” memiliki banyak cabang yang akan timbul disebabkan oleh kehadirannya,,
Ikhlas adalah mengalahkan kepentingan ego atau keakuan kita sendiri (menurut saya), dan sebelum kita menyentuh ikhlas,kita harus membahas tentang ego atau keakuan terlebih dahulu,, Baiklah mari kita mulai saja,, “Aku” adalah suatu bentuk pengakuan akan kehadiran diri sendiri , ada yang menyebutkan bahwa  “Aku” itu muncul dari fikiran, menyunting kata dari Rene Descartes “Aku ada karena Aku berfikir” seperti dalam pandangan filsafat rasionalis,, akn tetapi hal ini kurang tepat adanya menurut saya untuk menjelaskan esensi “Aku” secara menyeluruh, bagi saja jika kita mengacu dari pandangan Rasionalis dengan “aku” disini diciptakan dari fikiran kita sendiri maka hal ini tentu akn bertabrakan dengan persepsi-persepsi diluar kita dimana “aku” kita tak akn selalu sama dengan persepsi “Aku” kita dari luar atau dari persepsi Sudut pandang orang lain, maka berkaca dari hal ini, “Aku” akan menjadi suatu hal yang bersifat relatif jika ditinjau dari sudut Eksternal, hal ini juga hampir sama jika kita tinjau secara Internal, “aku” akan senantiasa berubah-ubah menurut pola fikir kita, dan sudah kita ketahui bersama bahwa pola fikir atau cara sudut pandang seseorang senantiasa mengalami perubahan dari waktu ke waktu, maka yang terjadi adalah wujud “aku” yang berubah-ubah tanpa bisa diartikan dengan jelas dan tetap,,

Minggu, 13 Mei 2012

Ah,,Tertawa lagi kami,, Saat berkumpul bersama teman-teman dalam kamar ku (kamar 4),, Disini ada banyak obrolan terjadi, Mulai dari nostalgia, Mengarang masa depan sampai Menjelajahi samudra keilmuan,, haha kami tertawa lagi..Senang rasanya berada dalam pesantren, Jujur terkadang kami sangat liar dalam bertingkah, But inilah gaya hidup kami, Dan ketika waktunya tiba maka kami akan segera berangkat untuk ngaji bersama-sama (sing ra boloz hahaha).

Tergelitik saya ketika mengamati kejadian ini, dalam peristiwa ini kesenangan timbul dari pertemanan kami, dan tentunya pertemanan atau persahabatan kami adalah murni pemberian dari Tuhan, Jika saya coba mengambil kesimpulan, kesenangan itu kadang terjadi dikarenakan adanya pemberian, dimana kita diberikan berbagai nikmat dalam hidup, seperty sehat, rezeki dll, Maka  setiap orang secara normal pazti akan bahagia apabila menerima suatu pemberian tersebut.
Inilah yang ingin saya soroti saat ini, jika ada pemberian pazti ada pencegahan (penolakan atau, penagguhan),Dan dalam hal ini saya pernah mendengar tentang dua konsep yaitu al man’u dan al atho’,  Al man’u adalah penolakan atau pencegahan sedangkan Al atho’ adalah pemberian, Kemudian  jika pemberian dapat menimbulkan kebahagiaan  maka akan terjadi sebaliknya pada pencegahan yang akan menimbulkan kesedihan atau kepedihan, Dalam hal ini ada sebuah kutipan dari Kitab Hikam “Penolakan Allah membuatmu terasa pedih,hal itu karena kesalahpahamanmu dalam memandang penolakan”.

Rabu, 09 Mei 2012

Sebuah Request dari teman saya Muhammad Arifin yang akhir-akhir terlihat murung tanpa semangat hidup, merokok tanpa merasakan passion dan tidur tanpa motif yang jelas guna melewatkan hari-harinya yang tak produktif hahahah (Dramatisir),,,, secara umum profil dari Muhammad Arifin adalah teman saya yang Low Profile, suka mengalah ketika berdebat dan tak pernah memaksakan kehendak Egonya sendiri,, cukup menarik jika  teman saya ini menceploskan sebuah tema untuk saya,yaitu “Cinta Tak Bersyarat”  terkesan melankonis,akan tetapi tak apalah, untuk sekedar analisa pribadi hahaha....
Banyak definisi yang berkeliaran di luar sana tentang hal ini,, banyak pula hal-hal yang menjadi indikator secara tiba-tiba tentang perwujudan hal ini,sulit bagi saya untuk memulai hal ini, dan akhirnya saya putuskan untuk menjelaskan hal ini dengan cara membedah suatu puisi mistis haha,,, baiklah  coba saya persempit saja “Cinta adalah memberi” setidaknya itu yang ada di kepala saya,, dalam Tasawuf  Al Hubb Atau cinta diposisikan sebagai salah satu tingkata kondisi hati,, akan tetapi yang menjadi pertanyaan adalah cinta seperti apa yang mendapat penghargaan sedemikian mulia dalam dunia sufistik ini???
Mungkin untuk Tuhan itulah setidaknya yang keluar dari mulut saya Sumber dari segala cinta dan jawaban tentang keabadiaan cinta, dalam hal ini para penikmat kesustraan sufistik tak akan asing dengan puisi-puisi cinta magis karya Rumi, Attar ataupun Ibn Arabi,, Raingkaian dari puisi-puisi tersebutlah yang mungkin bisa menjelaskan tentang esensi cinta yang bersifat ketuhanan ini,,  sebelum membahas hal ini mungkin ada baiknya jika saya coba paparkan beberapa bait puisi cinta ala sufism ini:
Agama Cinta bukanlah mementingkan diri sendiri,
Ia tak lain hanyalah kerendah- hatian dan kepasrahan
Puaslah dengan apa saja yang di berikan.
Tak ada yang lebih tidak menyenangkan selain kemurkaan-Mu



“Dua kata yang cukup mengernyitkan dahi dan memuntahkan  berbagai macam pikiran keluar dari pola-pola biasa,,, Arghhh... Menggerang aku memikirkan ini” Sekilas inilah gambaran secara garis besar tentang bagaimana keadaan alam fikir ku dalam beberapa bulan terakhir ini..
Fine,,, langsung saja kita masuki pintu ini,, kali ini filsafat Teology akan berbicara disini..  Imanent sedikit menurut saya adalah sebuah simbol keakraban dan kedekatan, yaitu dimana Tuhan berada dalam struktur alam semesta dan ikut ambil bagian dalam proses-proses kehidupan manusia,, sedangkan Transenden adalah sebuah simbol formalitas yang membangun garis pemisah antara Tuhan dan Hamba sehingga seakan ada jarak yang timbul dari keduanya, Yaitu Tuhan sang maha agung berada diluar alam Kegandaan ini dan tak mampu dijangkau dan ditembus oleh manusia,,
Imanentasi dalam islam tercermin dalam ayat  “Dan apabila hamba-hambaku bertanya padamu maka jawablah (bahwasanya) aku adalah dekat” (2:186) Suatu ayat yang menggambarkan unsur kedekatan Tuhan terhadap Hambanya berada disini, kedekatan memang perlu guna melukiskan suatu hubungan keakraban dan jika kedekatan telah terjadi maka rasa canggung akan hilang dalam suatu hubungan itu, dan tentu saja dalam konteks ketuhanan Tuhan menjadi sesuatu yang tak asing lagi bagi kita, bahkan menjadi Sesuatu yang paling penting dalam hidup kita..
Namun tampaknya ada sesuatu yang salah dalam hal persepsi,, terutama jika kita menyoroti masalah imanent, kedekatan seringkali menimbulkan kelancangan atau berkurangnya rasa hormat,, dengan dalih kedekatan lantas kita semakin berani tidak sopan terhadap teman kita atau dengan alasan kedekatan kita secara sengaja lantas melanggar hak-hak privasi dari saudara kita,, maka hal ini hanya akan menimbulkan bencana bagi hubungan tersebut,, Istilah su’ul adab adalah istilah yang sering terdengar dalam hubungan hamba dengan Tuhan,, ketika hamba telah melanggar aturan-aturan ketuhanan atau secara sengaja maupun tak segaja mencampuri hak-hak  prerogatif Tuhan maka akan secara langsung stempel Su’ul adab melekat pada posisi sang hamba..