Untuk "Pencipta" filosofisku, simbol,tanda dan makna terliputi dalam wilayahMu.

Kamis, 17 Oktober 2013


Gerak perkembangan zaman tak akan terjadi tanpa gerak perkembangan pengetahuan dalam suatu negari. Gerak pengetahuan itulah yang akan menggiring suatu zaman dan akan menandai zaman tersebut, Gerak perkembangan pengetahuan di suatu negara tentu berbeda dengan perkembangan pengetahuan di negara lain. Hal ini bisa disebabkan oleh kultur, budaya dan masyarakat yang berbeda dari suatu Negara dan Negara lainnya. Ilmu pengetahuan dewasa ini secara global telah dikuasai oleh paham positivism, Positivisme adalah suatu paham filsafat yang hanya mengakui kebenaran  atau pengetahuan yang benar kepada fakta-fakta positif, dan fakta-fakta positif harus bias dibuktikan dengan menggunakan metode ilmu pengetahuan yaitu eksperimentasi, observasi dan komparasi, Dan Jenis paham seperti inilah yang sekarang sedang menguasai dunia ilmu pengetahuan.

Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa perkembangan pengetahuan selalu berbeda di setiapa Negara, dan dalam Negara kita nampaknya perkembangan pengetahuan tersebut selalu bergerak tidak stabil.Hal ini terjadi dikarenakan adanya benturan antara pengetahuan positif dan spiritual yang mewakili agama, benturan tersebut semakin keras rasanya kita dengar setiap hari dan seakan semakin tak mampu didamaikan, keegoisan pengetahuan positif yang tak mau berbagi tempat untuk kebenaran dengan spiritual memaksa spiritualitas harus mundur teratur dari dunia ilmu pengetahuan, apalagi dalam suatu era ketika kepercayaan penuh masyarakat modern telah didapat oleh pengetahuan positif. Segala hal yang tak mampu dijelaskan melalui metoda Eksperimentasi, Komparasi dan Observasi maka akan lansung tersingkir dari medan pengetahuan ilmiah. Lalu terjadilah sebuah dilema yang dialami oleh masyarakat negeri ini, dilain sisi mereka mengusung semangat rasionalitas ala positivis akan tetapi di sisi lain mereka tak bisa memungkiri bahwa mereka adalah masyarakat religius atau suatu masyarakat yang telah terbentuk dari kultur religius yang sarat akan nilai-nilai spiritualitas.

Rabu, 16 Oktober 2013

Materialisme adalah sebuah paham yang begitu populer di tengah kehidupan manusia, Pertumbuhan laju ekonomi yang semakin deras merupakan jasa dari materialisme yang telah berhasil menanamkan pengaruhya dalam dalam alam fikiran manusia, Produksi yang di imbangi oleh permintaan barang dan jasa yang besar menjadi penopang bagi mengalirnya masyarakat industri. Meski sering dianggap negatif akan tetapi tak bisa kita pungkiri bahwa materialisme memiliki andil yang begitu besar dalam sejarah peradaban umat manusia, Adalah Epikurus (341-270 S.M) yang mengawali lahirnya paham tersebut, menurut Epikurus realitas pokok tersusun atas subtansi yang dinamakan materi, sehingga tidak ada apapun dalam realitas melainkan materi, oleh karena itu ajaran etik tentang paham ini hanya memntingkan mencari kebahagiaan yang bersifat fisik saja. Sebelum Epicurus sudah ada seorang filsuf yang juga memberikan gagasan pembentuk dari paham materialisme ini, yakni Thales.
Thales menganggap setiap unsur dari kehidupan berasal dari air, dan juga ada Demokretos (450-360 S.M) yang menganggap bahwa dunia tersusun dari atom yang tidak bisa dibagi lagi dan tak dapat dipisahkan lagi, semua memiliki kualitas yang sama hanya berbeda dalam bentuk, ukuran dan letak tempatnya. 

Selasa, 15 Oktober 2013

Auguste Comte (1798-1857) ketika mengemukakan gagasannya tentang pengetahuan positif, seakan sangat yakin akan pengetahuan positif yang kelak akan menggantikan teologi dan metafisika dalam kebudayaan manusia di masa mendatang, oke nampaknya ramalan Comte tak salah pengetahuan positif telah merajai masa modern dan sekaligus mengklaim diri sebagai pengetahuan yang paling sah dan valid. Perkembangan akal budi manusia mengalami berbagai tahapan dari zaman ke zaman. Berawal dari teologi dimana dapat kita bagi menjadi 3 fase, yang pertama adalah animisme  dimana dalam fase ini kita dapat mengambil contoh pada manusia purba, manusia pada fase ini menghayati alam semesta pada partikularitas dan individualitas sehingga pada fase ini manusia tidak mengenal konsep abstraksi, benda-benda tidak dimengerti dalam konsep umum akan tetapi sebagai konsep individual dan singular jadi setiap benda dianggap memiliki jiwa, kehendak dan kedudukan minimal setara dengan manusia sehingga terdapat pemujaan terhadap setiap benda yang ditemui manusia, yang kemudian membuat manusia melupakan dirinya sebagai mahluk luhur yang mempunyai daya Rasional yang mampu mengangkat dirinya melebihi mahluk-mahluk atau benda-benda lainnya.

Senin, 14 Oktober 2013





(a)    Kapan  Menikah?  
atau 
(b)    Kenapa Penikahan?

Ada berbagai jenis manusia dalam kehidupan ini, dan konon setiap manusia mewakili sebuah entitas keunikan tersendiri, jenis keunikan ini menimbulkan lahirnya cara pandang yang beragam dalam menyikapi hidup, Seperti yang ada baca, diatas tulisan ini terdapat dua pertanyaan, keduanya merupakan pertanyaan yang bertema “pernikahan”., persamaannya terletak pada tema dari pertanyaan tersebut, akan tetapi perbedaannya terletak dari sudut pandang dan maksud dari pertanyaan tersebut.
Jenis manakah pertanyaan anda?,Bentuk pertanyaan menggambarkan cara berfikir dari yang bertanya, jika anda merupakan  kategori (a) maka anda adalah sedangt mendambakan suatu aktivitas, tentunya aktivitas yang dilakukan secara tradisi oleh manusia pada umumnya. Akan tetapi jika anda berada dalam pertranyaan (b) maka anda adalah sesorang peragu dan pencari kebenaran, dikarenakan anda tidaklah mudah percaya begitu saja terhadap apa yang nmenjadi ‘kewajaran’ dari khalayak umum.


“maka anda adalah sesorang peragu dan pencari kebenaran, dikarenakan anda tidaklah mudah percaya begitu saja terhadap apa yang nmenjadi ‘kewajaran’ dari khalayak umum”

Lalu apakah maksud dari dua pertanyaan tersebut?, maksud dari pertanyaan tersebut adalah sebagai pengantar untuk sebuah pembahasan akan pernikahan, diman kita menyadari pernikahan merupakan suatu ritual wajib dalam pandangan masyarakat kita, akan tetapi didalam filsafat terdapat gagasan yang berbeda mengenaio pernikahan, gagasan ini lahir dari kepala Arthur Schopenhouer (1788-1860). Seorang filsuf Jerman yang identik dengan filsafat gelap, dijulukinya seperti itu, dikarenakan konsep konsep filsafatnya yang cenderung skeptis dan pesimistik.
Schopenhouer percaya bahwasanya manusia beraktivitas di kehidupan berdasarkan ‘kehendak’, Kehendak merupakan sifat bawaan manusia yang memberikan dorongan bagi manusia dalam menjali kehidupannya, Segala perbuatan manusia menurut Schopenhouer pasti dilatar belakangi suatu kehendak, tak terkecuali tentang pernikahan.   

Filsafat Schopenhouer sendiri berbeda dengan filsuf-filsuf sebelumnya, corak perbedaan ini terletak dalam cara filsafatnya yang menekankan bahwa kesadaran intelektual atau rasio dipandang tidak sebagai hakikat dari jiwa, bagi Schopenhouer intelektual dipandang dari bagian atas ‘kesadaran jiwa’, ‘kesadaran’ berfungsi sebagai alat bagi ‘hakikat’, ‘kesadaran’ diperbudak oleh ‘hakikat’ guna mencapai tujuan-tujuan dari ‘hakikat’.


“Arthur Schopenhouer (1788-1860). Seorang filsuf Jerman yang identik dengan filsafat gelap, dijulukinya seperti itu, dikarenakan konsep konsep filsafatnya yang cenderung skeptis dan pesimistik”

Lantas apakah yang disebut hakikat jiwa jika bukan Rasio?, maka jawaban dari Schopenhouer pastilah ‘kehendak’. Menurut Schopenhouer dibawah intelektual terletak kehendak yang tidak sadar yang memiliki suatu daya atau kekuatan hidup yang abadi. Bagi Schopenhouer daya rasional adalah pembantu dari kehendak, dalam kata lain rasionalitas dan intelektualitas diciptakan oleh kehendak untuk membenarkan kehendaknya,kita bisa ambil contoh tentang lelaki yang mengiginkan kopi, si lelaki ketika mengiginkan kopi membuat berbagai alasan rasional untuk dapat membenarkan keinginannya seperti “jika aku meminum kopi maka aku tidak mengantuk ketika bekerja atau jika aku meminum kopi akan bisa menjernihkan fikiran ku sehingga membuang kebosananku, dan dengan demikian aku perlu meminim kopi. Jadi menurut Schopenhouer inti dan subtansi dari manusia dan kehidupan terletak dalam kehendak.  Berangkat dari sini lah lalu kemudian Schopenhouer merumuskan teorinya tentang Dunia Sebagai Kehendak”.
                                  



          Dunia sebagai kehendak dibagi menjadi dua oleh Schopenhouer yang pertama ”kehendak untuk hidup”  dan yang kedua “kehendak untuk bereproduksi”. Akan tetapi dalam pembahasan pernikahan perlu  memfokuskan pembahasan dalam hal kehendak untuk bereproduksi guna untuk menghindari sebuah ulasan yang terlalu panjang. Kehidupan itu sendiri nmemiliki sebuah lawan abadi yaitu kematian, ketika seseorang hidup maka kematian adalah hal yang selalu dihindarinya, dari sini muncullah pertanyaan apakah kematian bisa ditaklukan?, maka Schopenhouer pun akan menjawab “bisa” yakni dengan strategi reproduksi. Setiap organisme ketika tiba masa dewasanya akan selalu menjalankan peran ini, mulai dari tumbuhan,hewan dan manusia akan selalu dan senantiasa mentaati strategi ini guna menaklukan kematian.

Rabu, 09 Oktober 2013

Segala hal di dunia ini membutuhkan pengakuan, Suatu kualitas, nilai atau karya tanpa suatu pengakuan adalah nihil, dewasa ini sering kita jumpai berbagai aktivitas-aktivitas kolektif dalam lingkup kehidupan sosial yang memberlakukan hal tersebut, kita bisa ambil contoh tentang acara seminar ataupun sebuah diklat organisasi, ketika di akhir acara pastilah dapat kita tebak jika si panitianya akan memberikan suatu bentuk pengakuan bagi pesertanya yaitu "Sertifikat". Pengakuan adalah suatu syarat mutlak bagi subjek ataupun objek untuk tetap ada (exist) itulah yang menjadi tren di tengah-tengah dunia kita.

Yang menjadi aneh apabila sebuah kualitas atau nilai  ditentukan oleh pengakuan, pengakuan akantetap menjadi virus jinak ketika ia tetap berada dalam jalurnya yaitu suatu jalur yang berfungsi untuk menghargai suatu kualitas atau nilai, akan tetapi suatu keganjilan akan terjadi jika pengakuan malah masuk dalam jalur lain, yakni suatu jalur yang membuat kualitas atau nilai. Hendaklah kedua hal ini kita cermati dengan benar, ada dua jenis hal yang akan coba saya hubungkan disini yaitu berkenaan akan nilai dan kualitas. mari kita berangkat dari kualitas ketika seorang dianggap ilmuan hebat ketika menerima nobel,atau Blackberry dianggap lebih baik dari cross.Sebenarnya hal-hal tersebut tidaklah menjadi soal ketika pengakuan (nobel,dan Blackberry) memang diadakan untuk menghargai suatu kualitas  dari objek atau subjek, akan tetapi ketika keaadaan sudah memaksa logika dunia untuk terbalik adalah apa yang terjadi untuk saat ini, Orang tua menyekolahkan anaknya pada jenjang pendidikan yang prestius untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat bahwa kualitas si anak memang baik, ada semacam penerobosan jalur di sini ketika pengakuan masyarakat yang awalnya merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk menghargai kualitas si anak yang bersekolah justru yang terjadi sebaliknya yakni sekolah si anak adalah faktor yang membentuk pengakuan masyarakat dan pengakuan masyarakat akan membentuk kualitas si anak.


Selasa, 08 Oktober 2013

Secara mudah dapat dipahami bahwa Strukturalisme adalah suatu aliran filsafat manusia yang menempatkan struktur (baik bahasa/ budaya) yang menentukan tingkah laku dan kesadaran manusia, Bahasa dan budaya disini dipandang sebagai suatu kekuatan yang mampu mengendalikan kehidupan manusia, sehingga membuat manusia yang memberontak atau mencoba keluar dari sistem bahasa dan budaya akan mengalami proses alienasi (keterasingan), atau singkatnya Aliran Filsafat ini berbeda  dan bertolak belakang dari pendangan aliran Eksistensialisme yang mengungkapkan bahwa manusia menjadi pusat dari segala hal. Dalam Strukturalisme tidak terdapat kebebasan dari manusia untuk berprilaku, membentuk pola pikir, dan berkesadaran tanpa lepas dari sistem budaya dan bahasa, Sehingga andaikan tercipta suatu jenis manusia yang "unik" atau memiliki bahasa dan kebudayaan yang sama sekali baru, maka akan sangat jelas bila ia akan segera merasakan hidup dalam keterasingan.

Senin, 07 Oktober 2013

Rene Descartes (1596-1650)  menguncang dunia pemikiran filsafat barat, lewat aliraan Dualismenya Descartes mencoba merangkum Dua aliran filsafat sebelumnya yakni Materialisme dan Idealisme. Jika pada Materialisme menekankan bahwa subtansi dari kenyataan realitas terletak pada wujud materi yang kemudian dirangkai oleh hukum kausalitas sehingga menyebabkan manusia menjadi sebuah mesin mekanik, akan sangat bertolak belakang dengan Idealisme yang percaya ada hal yang bersifat spirit dibalik penampakan alam nyata (realitas) yang tertangkap oleh indra kita. Idealisme percaya bahwa kekuatan Spirit tak mampu diukur dan di tangkap dengan pengamatan empirik sehingga perlunya digunakan metafor-metafor untuk menjelaskannya, misalnya kekuatan spiritual dianngap bersifat rasional dan lain-lain. akan tetapi nampaknya para pendukung Idealisme tak sepenuhnya memungkiri kekuatan realitas materi, mereka tetap meyakini kekuatan materi disamping juga mengusung kekuatan spirit sebagai subtansi dari materi, hal ini nampak dalam paparan Hegel (1770-1831) tentang adanya "Ruh Absolut".