Untuk "Pencipta" filosofisku, simbol,tanda dan makna terliputi dalam wilayahMu.

Jumat, 22 November 2013

Dalam kenyataan yang kita hadapi tak pernah bagi kita untuk mampu melakukan penilaian terhadap diri sendiri secara utuh tanpa melibatkan peran dan bantuan orang lain, seringkali kita butuh akan penilaian orang lain untuk menilai performa dan kinerja kita baik dalam suatu hal maupun segala hal.Jika kita merasa bahwa hanya orang lain yang dapat menilai kita maka seyogyanya kita juga harus memahami bahwa berbagai upaya orang lain untuk menilai diri kita secara utuh juga tentunya mengalami kegagalan,Hal ini mungkin disebabkan oleh peroses interaksi kita terhadap orang lain yang seringkali muncul sebagai topeng bagi diri kita entah itu disegaja maupun tidak, akan tetapi bahasa,pakaian, gerak tubuh seringkali tidak mengambarkan kenyataan yang sebenarnya dalam diri kita sehingga yang terjadi adalah kesalahan informasi yang diterima oleh orang lain terhadap kita. terlepas dari hal tersebut dalam keadaan saat ini pengakuan dari orang lain merupakan unsur penting bagi kehidupan kita, dan tak mengherankan  apabila kita sering melihat orang melakukan segala cara agar mendapatkan suatu pengakuan, maka menurut hemat saya hal tersebut membuktikan bahwa pengakuan merupakan suatu kebutuhan pada zaman ini.

 Konsep pengakuan inilah tepatnya yang selalu kita harap dari orang lain terhadap kita, entah pengakuan atas penilaian mereka bahwa kita baik atau buruk maupun bentuk-bentuk pengakuan lainnya, mode pengakuan ini sering kita dapati dalam kehidupan keseharian kita dapat termanifestasi dalam bentuk pengakuan akan kedudukan orang (jabatan), pengakuan akan kualitas perbuatan orang (nilai) bahkan pengakuan terhadap kedaulatan suatu negara yang merdeka. Jadi dapat kita simpulkan bahwa pengakuan selalu dekat dan rapat dengan kehidupan kita, sehingga akan sangat sulit bagi kita untuk melepaskan diri dari bayangan pengakuan yang selalu meliputi kehidupan kita, sehingga menyebabkan terjadinya krisis identitas dalam diri kita jika pengakuan tak kunjung kita dapatkan

Selanjutnya dalam memandang tentang "Pengakuan" Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831)  memiliki pemikiran yang menarik akan hal ini, dalam kehidupan menurut Hegel, Hal ini bermula ketika seseorang menyadari sesuatu pasti kesadaran tersebut adalah suatu kesadaran akan suatu hal, tidak mungkin kita sadar akan tetapi tidak menyadari apapun, kesadaran selalu tentang suatu hal entah apapun itu yang kita sadari dan tentunya jika kita menyadari akan sesuatu, maka akan secara otomatis kita terserap kepada sesuatu yang kita sadari atau kita perhatikan tersebut, disinilah tanpa kita sadari sang subjek (kita) lenyap dan lebur dalam objek (sesuatu yang kita sadari) maka yang terjadi disini sangat mungkin kita kehilangan kesadaran akan diri kita ketika kita sedang menyadari sesuatu. Akan tetapi terlihat dalam kenyataannya hal tersebut jarang terjadi, adalah hal tersebut tidak terjadi hanya jika kita mampu memunculkan kesadaran akan diri kita ketika kita menyadari sesuatu, kesadaran tersebut muncul dalam bentuk lain, dan bentuk lain inilah yang kemudian dinamakan Hegel dengan "Hasrat (Desire)"

Sabtu, 09 November 2013


Sama halnya dengan segala hal di dunia ini, tidak akan pernah ada sesuatu yang tetap baik dalam hal kualitas ataupun dalam hal makna, segala sesuatu mengalami perubahan, pergeseran, penambahan maupun pengurangan. Tak terkecuali dengan apa yang kita pahami selama ini yang biasa kita sebut cinta. dari zaman ke zaman cinta terus mengalami perubahan baik dalam tataran makna maupun dalam tataran fisik. kali ini saya akan mencoba untuk menganalisa cinta dari dimensi filosofis dengan menyatukan tiga konsep pemikiran dari Hegel, Karl Marx dan Guy Debord, kenapa harus mereka? dikarenakan menurut hemat saya tiga jenis pemikir ini mampu dianggap sebagai perwakilan dari zaman mereka masing-masing yakni zaman tradisional (Hegel), modern (Karl Marx) dan postmodern (Guy Debord) , hal ini dimaksudkan untuk menemukan gambaran akan perkembangan dan jenis seperti apa yang relevan dianut masyarakat pada umumnya di era postmodernis sekarang ini.

Sekarang ini diakui telah memasuki suatu era yang tak pernah terjadi pada era-era sebelumya, posmodernis kata sebagaian ilmuwan, adalah suatu era yang tepat jika digunakan untuk menyebutkan era saat ini. terjadi berbagai kejutan di era saat ini, mulai dari teknologi virtual yang selalu mengepung kita, hingga derasnya informasi dan produksi yang terus mengalir di sekeliling kita, tanpa sadar kejadian-kejadian tersebut turut mempengaruhi tingkah aktivitas, kperibadian dan pradigma kita dalam kehidupan sehari-hari, nampaknya Cinta juga terpengaruh akan hal- hal tersebut, dan kemudian jenis cinta seperti tipe inilah yang kemudian dianut dan dipakai oleh kebanyakan masyarakat dewasa. dalam menjelaskan tahapan cinta ini saya membagi cinta menjadi 4 tahap yang tentunya tahapan tersebut mengacu pada konsep 3 filsuf diatas.

Kamis, 07 November 2013


"Akhir-akhir ini, telah ada peningkatan aktivitas pekerja untuk menuntut upah yang lebih baik. Saya pikir demonstrasi damai dan bahkan pemogokan harus diterima sebagai bagian dari demokrasi kita," kata Boediono saat memberikan sambutan Indonesia Investment Summit 2013 di Jakarta, Kamis (7/11/2013). Dukungan dari wapres boediono terlihat dalam pernyataan yang ia ucapkan dihadapan ratusan investor asing di acara Indonesia invesment Summit 2013, tentu saja dukungan ini diharapkan mampu memberikan hawa positif dalam kelanjutan perjuangan kaum buruh untuk mendapatkan kesejahteraan. pergerakan kaum buruh tidak pernah berhenti dalam menuntut kesejahteraan, akan tetapi nampaknya kesejahteraan tersebut tak jua kunjung datang. Berangkat dari persoalan ini lalu timbullah pertanyaan kenapa kaum buruh tidak sejahtera??

Kita dapat berangkat dari posisi kaum buruh dalam menjawab pertanyaan tersebut. dalam sistem perekonomian kapitalis,kaum buruh dapat dikatakan berada diantara produsen dan konsumen, hal ini memungkinkan kaum buruh untuk bertindak sebagai perantara antara produksi dan konsumsi,selain itu di satu sisi buruh bertindak sebagai produsen yang ikut serta dalam aktivitas memproduksi barang, akan tetapi di sisi lain buruh juga bertindak sebagai konsumen yang ikut mengkonsumsi produk yang dihasilkan oleh produsen, dalam dualisme peran inilah posisi kaum buruh di era perekonomian kapitalis, persoalan kesejahteraan, kaum buruh tertinggal di dalamnya hal ini dapat dimaklumi dikarenakan dalam prinsip dasar kapitalis dimana produsen melayani konsumen sehingga setiap produk yang diciptakan oleh produsen merupan cerminan keinginan konsumen

Dengan prinsip diatas antara konsumen dan produsen menciptakan hubungan timbal balik, dimana konsumen akan mendapatkan produk yang di inginkan dan produsen akan mendapatkan pembayaran yang mereka inginkan,dengan demikian maka akan berjalanlah laju perekonomian kapitalis dimana arus distribusi produk akan berjalan lancar sehingga mampu menggerakkan perekonomian suatu negara. Akan tetapi ada yang janggal disini, yaitu peran buruh yang seakan menghilang ketika kapitalis hanya menitik beratkan kepada hubungan antara produsen dan konsumen saja, sehingga membuat peran buruh kemudian terkucilkan.

Jika kita anggapan saja bahwa prinsip kapitalis ini berjalan lancar, maka tentu saja akan tercipta suatu hubungan yang saling mensejahterakan antara produsen dan konsumen sehingga kesejahteraan mampu menyentuh kedua belah pihak, akan tetapi kesejahteraan ini tidak mampu menyentuh kaum buruh, hal ini diakabatkan kaum buruh adalah pelaku ekonomi yang berbeda, seperti yang dijelaskan diatas bahwa buruh mampu berlaku sebagai produsen akan tetapi juga mampu berlaku sebagai konsumen, sehingga kaum buruh telah mampu membentuk kelas tersendiri, yakni suatu kelas yang berbeda dengan produsen dan konsumen, sehingga perlu diadakan perbedaan antara kelas-kelas ekonomi tersebut.

Selasa, 05 November 2013


Pergeseran tipe masyarakat dari zaman ke zaman telah menghantarkan kita pada suatu tipe masyarakat yang baru yakni masyarakan konsumen. arus produksi yang pesat menandai suatu era modern dengan ditopang dengan ekonomi kapitalis, membuat dalam hitungan detik terciptanya suatu produk baru di seluruh belahan dunia. maka tak pelak produksi lantas menjelma menjadi kekuatan penting di dunia, disamping itu teknologi juga memiliki peran dalam membangun sistem produksi yang hebat, dengan mengandeng teknologi produk yang dihasilkan akan semakin canggih dan sesuai dengan perkembangan zaman. hasil dari produk yang semakin canggih dan variatif mampu menarik minat dari masyarakat sehingga diharapkan akan terciptanya suatu keseimbangan antara produksi dan konsumsi.

Akan tetapi sebuah gejala baru terlihat pada era sekarang ini, dimana produksi dan konsumsi telah memasuki tataran hyper. terutama konsumsi telah mengalami pergeseran, jika dahulu seorang filsuf kebangsaan jerman Karl Marx (1818-1883) mengatakan bahwa adanya 2 prinsip dasar konsumsi yakni nilai guna dan nilai tukar, nilai guna merupakan inti dari setiap objek produksi. Setiap objek pada hakikatnya memiliki nilai guna akan tetapi kemudian dengan berkembangnya kapitalisme maka muncullah suatu nilai baru yakni nilai tukar, setiap nilai guna dari suatu objek akan diukur dengan nilai tukar sehingga perpindahan objek dari satu tangan ke tangan lain akan berjalan lancar dengan adanya nilai tukar. Uang sebagai alat tukar yang diakui secara universal memainkan peran penting dalam proses perpindahan objek-objek produksi. Lebih lanjut Karl Marx meramalkan bahwa kelak pada kapitalis lanjut nilai guna akan digantikan oleh nnilai tukar, hal ini terjadi karena objek produksi telah kehilangan kepercayaannya dan kepercayaan masyarakat malah beralih kepada uang. sehingga uang sebagai nilai tukar mampu mengalahkan nilai guna dari barang atau produk.

Sabtu, 02 November 2013


Pengetahuan memberikan kekuasaan atas apa yang tidak dapat kita lakukan, dengan bantuan pengetahuan kita mampu melakukan banyak hal yang sebelumnya tidak pernah mampu kita lakukan atau bahkan bayangkan itulah kesimpulan umum yang sering kita dengar, pengetahuan sebagai pemberi berkah atas tindakan kita sehingga tindakan kita bisa keluar melampaui diri kita, Akan tetapi pengertian ini nampaknya lain jika berada dalam tangan Foucault (1926-1984), Foucault tampak membalik anggapan tersebut dengan menyatakan bahwa kekuasaan menentukan pengetahuan,dengan sebuah kekuasaan maka akan dapat ditentukan pengetahuan mana yang bisa diterima dan pengetahuan mana yang harus ditolak,ketika pengetahuan tersebut diterima maka pengatahuan tersebut harus dipakai oleh umat manusia dan sebaliknya terjadi bagi pengetahuan yang tertolak.
"Pengetahuan itu otoriter dan menindas" inilah kesimpulan yang dapat kita tarik jika mengacu pada paragraf diatas, pengetahuan yang sedang berada di puncak kekuasaan akan dengan serta merta menyingkirkan bentuk-bentuk pengetahuan yang lain dengan dirinya. jika dahulu ketika teologi mencapai puncak kejayaannya yang kemudian memanifestasikan diri dalam bentuk suatu lembaga keagamaan yang otoriter yaitu gereja, maka sekarang pun tidak ada bedanya dengan dahulu,Pengetahuan positiv menggantikan teologi dan memanifestasikan dirinya dalam lembaga pendidikan seperti sekolah,universitas dll. Jika dahulu gereja dengan sewenang-wenang menghukum para ilmuwan-ilmuwan yang memiliki pandangan lain dengan gereja, maka hal itu pun terjadi di masa sekarang dengan keabsolutan lembaga pendidikan yang selalu mendewakan metode ilmiahnya dan menyalahkan segala metode diluar metode ilmiah.