Dalam suatu
kegiatan ngaji shubuh di pesantren saya, selalu ada wejangan khusus dari Ustad
saya tentunya,Tentang hal yang sudah sangat populer dan bahkan seringkali kami
para santri merasa bosan mendengarkannya (hehe).. Yaitu masalah “tanggung
jawab keilmuan”, Dimana pernah dalam suatu pertemuan,Sang ustad
berwasiat kepada para santrinya agar saat ketika kita menyerap suatu ilmu
hendaknya tidak hanya sekedar dibuat suatu pengetahuan saja,Akan tetapi harus
disertai tindakan nyata guna mempraktekkan ilmu tersebut.Berangkat dari masalah
ini, terlintas dalam benak saya untuk menuangkan sedikit unek-unek tentang hal
ini, Baiklah saya mulai saja (Hehe),,,,,
Masalah klasik dari hampir semua umat manusia adalah tentang
bagaimana mengamalkan suatu ilmu yang mereka peroleh, alangkah rumitnya hal
tersebut sampai berbagai macam disiplin ilmu dikerahkan guna menyelesaikan
masalah tersebut. Akan tetapi masih saja banyak contoh-contoh buruk yang
mendominasi diluar sana tentang penyelewengan sebuah sistematika keilmuan yang
pada akhirnya berujung pada menarik keuntungan pribadi dengan cara merugikan
orang lain.
Pedoman utama yang ingin saya tuangkan adalah ayat “Iqro’
bismirobbikalladzi kholaq” (bacalah dengan nama tuhan yang telah
menciptakanmu), Bagi saya ayat inilah yang menjadi dasar bagi setiap muslim
untuk menuntut sebuah ilmu, jika kita perhatikan lagi kata iqro’ yaitu adalah sebuah kata yang ditujukan pada kita,untuk
mencari ilmu dan mempelajari sebuah ilmu, dan kata ini menurut saya juga suatu
perlambangan agar kita harus mencari pengetahuaan sebanyak-banyaknya semaksimal
mungkin,Inilah yang mendasari sebuah hadist “menuntut ilmu adalah sebuah
kewajiban bagi setiap muslim” .Jadi jika kita ambil suatu kesimpulan
menuntut ilmu atau mencari ilmu atau mempelajari ilmu adalah suatu kewajiban
bagi setiap hamba tuhan di muka bumi ini.
Tapi tolong perhatian kita jangan hanya kita fokuskan pada
kata iqro’, Coba kita baca lanjutannya Bismirobbikalladzi kholaq (Dengan nama tuhan mu yang menciptakan) ini adalah suatu arahan bagi para penuntut
ilmu seperti kita untuk tetap menjalankan kwajiban kita yaitu menuntut ilmu
demi tujuan yang benar yaitu Tuhan yang telah menciptakan kita,Suatu
konsep dari tasawuf yang dalam kitab ihya’ ulummuddin karya Imam
AL-Ghozali disebut dengan konsep Majaril Fiqr (Bahasa kerennya Orientasi berfikir),Inilah yang
seharusnya mendapat perhatian lebih dari kita,Yaitu tentang arah atau sebuah
tujuan dalam mencari ilmu, sudah tepatkah tujuan kita selama ini??? Itulah yang
harus kita instropeksi lebih jauh lagi.
Membahas Al Majaril Al Fiqr atau orientasi
berfikir , Pertama-tama kita harus membahas tentang apa itu fiqr
atau fikiran,
Dalam setiap pencarian sebuah ilmu khususnya bagi orang awam seperti kita,Piranti
lunak yang memegang peran sentral adalah akal kita. Dan menurut saya fikiran
adalah sebuah proses bekerjanya suatu akal untuk menghasilkan atau memikirkan
sesuatu (Teory saya sendiri haha),, Dengan adanya orientasi berfikir
maka hendaknya setiap daya fikir kita,kita gunakan untuk memikirkan hal-hal
yang bersifat Ketuhanan (Tafakkur),
karena menurut standart keislaman hendaknya setiap orang mukmin
mengorientasikan seluruh kehidupannya untuk tujuan Ubudiyah (penghambaan) kepada
Tuhan,,Inilah standart setiap muslim di dunia ini, Yang kemudian berpedoman
kepada ayat “Wa inna ilaa robbikal muntahaa” (dan sesungguhnya hanya kepada
tuhanmulah segala sesuatu itu berakhir).
Jadi jika kita hubungkan dengan pembahasan pada paragraph
atas, Maka sudah tentu seharusnya orientasi dari setiap pencarian keilmuan kita
yaitu berujung pada Tuhan kita, Dan inilah sumber masalah kita,Betapa banyak
sekarang dari kita yang mengorientasikan pencarian keilmuannya untuk selain
Tuhan, Seperti yang lagi trend sekarang ialah mencari ilmu guna mendapatkan
pekerjaan, dan parahnya hal ini malah disarankan oleh orang tua kita
sendiri, Dimana semenjak kecil kita selalu didik untuk menghayalkan tentang
cita-cita kita, Yang pada dasarnya ialah masalah Pekerjaan, ada sebuah kata “Nak
sekolaho sing pinter ben sesok gampang oleh kerjo” ini adalah kata yang
sering kali kita dengar dari orang tua kita, sungguh pola fikir yang Naif dan
cenderung Primitif menurut saya (hehe), Dan jika saya boleh berbicara
secara terang-terangan, “Sesungguhnya kebanyakan orang tua kita ikut
andil dalam membangun budaya yang menghancurkan suatu Tanggung jawab keilmuan “,
Dari hal ini dapat tergambar bagaimana Keimanan orang tua kita yang sangat luar
biasa terhadap pekerjaan, Rata-rata mereka mengimani bahwa dengan pekerjaan
yang tepat maka akan menghasilkan kebahagiaan (Haha,, Sungguh naif Old Man),Dan
bukan hanya keimanan yang berlebihan tetapi juga Ketakutan yang berlebihan
terhadap kehidupan dan juga dengan hanya menganggap Pekerjaan
adalah satu-satunya Jalan untuk mendapatkan Kebahagiaan berarti
merupakan suatu Penyempitan Jalan untuk mendapatkan Kebahagiaan dan imbasnya
adalah Penyempitan akan keluasan Rahmat Tuhan yang berupa Kebahagiaan
itu sendiri, Kembali ke masalah awal ,Dan jika tujuan yang kacau ini kita kembangkan lagi,Maka akan muncul “Mencari
ilmu untuk sebuah gengsi”, atau “Mencari ilmu untuk membodohkan orang lain”
dan lain-lain, Yang tujuannya hanya untuk menuruti kehendak atau keingina
nafsunya untuk Urip penak,, hnilah menurut saya masalah di kehidupan
masyarakat kita yang menyebabkan hilangnya tanggung jawab keilmuan kita, dan
tentu saja hal ini terjadi karena konsep Majaril Fikr tak lagi digunakan
dalam masyarakat kita.
“Ilmu adalah pohon dan amal adalah buahnya
jika ilmu tanpa amal maka bagaikan pohon tanpa buah”, Suatu hadist yang
sering di ulang-ulang oleh ustadz saya, maka berfikirlah saya, Apa jadinya
jika pohon tanpa buah?? Pohon tanpa buah adalah pohon yang tak bisa
mengeluarkan manfaat, hanya sebagai hiasan atau bahkan lebih baik ditebang dari
pada menganggu
kabel listrik PLN atau membahayakan jiwa orang ketika musim angin
kencang. Itulah perumpaan bagi kita yang tak mengamalkan
(mempraktekkan) ilmu kita,, Lalu hubungannya pengamalan dengan Orientasi
berfikir apa??? ,Hmm jika orientasi keilmuan kita selalu kita arahkan pada
Tuhan kita, Maka sudah semestinya kita akan selalu mengamalkan ilmu kita untuk
kebaikan karena sudah jelas hal itu merupakan suatu perintah dari Tuhan
bagi kita, jadi pengamalan (Implikasi) dari ilmu yang kita peroleh merupakan
hasil dari dari Orientasi berfikir kita (Majaril Fikr) kita, dan inilah
kesimpulan yang terjadi.
Sedangkan bentuk dari pengamalan
keilmuan kita inilah yang kelak akan menghasilkan sebuah tanggung jawab
keilmuan kita, inilah inti dari masalah ini berapa banyak dari kita yang
mempelajari ilmu hukum untuk menghukumi seseorang seenaknya, jika ditanyakan,Tanggung
jawab keilmuan orang tersebut harus dipertanyakan, Karena orang
tersebut hanya mencari ilmu tanpa suatu
pengamalan untuk kebajikan, dan masih banyak hal lain, Seperti orang pandai
yang membodohi kawannya, lalu Para Ulama yang menggunakan Ilmunya untuk
mencari keuntungan pribadi, Jika ditanyakan tentang masalah ini, maka
jawaban saya tetap yaitu ketiadaan Tanggung jawab keilmuanlah yang
menyebabkan hal ini terjadi.
Maka inilah kesimpulan dari masalah
ini akar yang menyebabkan terjadinya Penyelewengan Keilmuan yaitu Hilangnya
Tanggung Jawab Keilmuan,, dan tentunya cara untuk menghasilkan Suatu
tanggung jawab keilmuan kita adalah dengan pemupukan orientasi kita saat kita
mencari ilmu, inilah yang kelak menentukan apakah kita akan menjadi Pengemban keilmuaan sejati atau kita
hanya akan menjadi seorang penghianat
keilmuan, maka dari itu untuk mengatasi masalah ini marilah “Kita
bersama-sama kembali membetulkan arah tujuan kita dalam menuntut ilmu”
sebelum kita menyimpang terlalu jauh, dan dari hal di atas dapat saya ambil
kesimpulan:
Mencari ilmu membutuhkan Majaril Fikr, Majaril
Fikr berjalan melalui Tafakkur,Lalu Tafakkur akan menimbulkan
Amal, Dan Amal akan menimbulkan Tanggung
jawab keilmuan..
(Setidaknya ini menurut saya,mohon maaf bila terdapat
banyak kekurangan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar