“Dua kata yang cukup
mengernyitkan dahi dan memuntahkan
berbagai macam pikiran keluar dari pola-pola biasa,,, Arghhh...
Menggerang aku memikirkan ini” Sekilas inilah gambaran secara garis besar
tentang bagaimana keadaan alam fikir ku dalam beberapa bulan terakhir ini..
Fine,,, langsung saja kita masuki
pintu ini,, kali ini filsafat Teology akan berbicara disini.. Imanent sedikit menurut saya adalah sebuah
simbol keakraban dan kedekatan, yaitu dimana Tuhan berada dalam struktur alam
semesta dan ikut ambil bagian dalam proses-proses kehidupan manusia,, sedangkan
Transenden adalah sebuah simbol formalitas yang membangun garis pemisah antara
Tuhan dan Hamba sehingga seakan ada jarak yang timbul dari keduanya, Yaitu
Tuhan sang maha agung berada diluar alam Kegandaan ini dan tak mampu dijangkau
dan ditembus oleh manusia,,
Imanentasi dalam islam tercermin
dalam ayat “Dan apabila hamba-hambaku bertanya padamu maka jawablah (bahwasanya)
aku adalah dekat” (2:186) Suatu ayat yang menggambarkan unsur kedekatan
Tuhan terhadap Hambanya berada disini, kedekatan memang perlu guna melukiskan
suatu hubungan keakraban dan jika kedekatan telah terjadi maka rasa canggung
akan hilang dalam suatu hubungan itu, dan tentu saja dalam konteks ketuhanan
Tuhan menjadi sesuatu yang tak asing lagi bagi kita, bahkan menjadi Sesuatu
yang paling penting dalam hidup kita..
Namun tampaknya ada sesuatu yang
salah dalam hal persepsi,, terutama jika kita menyoroti masalah imanent,
kedekatan seringkali menimbulkan kelancangan
atau berkurangnya rasa hormat,, dengan dalih kedekatan lantas kita semakin
berani tidak sopan terhadap teman kita atau dengan alasan kedekatan kita secara
sengaja lantas melanggar hak-hak privasi
dari saudara kita,, maka hal ini hanya akan menimbulkan bencana bagi
hubungan tersebut,, Istilah su’ul adab adalah istilah yang sering terdengar
dalam hubungan hamba dengan Tuhan,, ketika hamba telah melanggar aturan-aturan
ketuhanan atau secara sengaja maupun tak segaja mencampuri hak-hak prerogatif Tuhan maka
akan secara langsung stempel Su’ul adab
melekat pada posisi sang hamba..
Guna mengantisipasi hal tersebut
maka dibutuhkan suatu jarak,, yang memisahkan atau membedakan antara hamba dan
Tuhan, agar jelas posisi kedudukan antara hamba dan Tuhan sehingga nampak jelas
wilayah-wilayah yang tak boleh dilanggar oleh sang hamba,, jarak disini bisa
juga disebut hijab (penghalang)
fungsi dari hijab sendiri yaitu untuk membatasi atau menghalangi atau membuat
suatu jarak antara hamba dan Tuhannya (setidaknya itu menurut ilmu Tasawuf),,
Membahas Transenden seperti membahas hal yang berada di luar daya jangkau akal kita,, hal yang membuat akal bertanya-tanya dan mengira-ngira dalam alamnya sendiri,, maka dari itu syariat membatasi tentang pembahasan Tuhan dalam hal wujud, Untuk menghindari kebingungan akal dalam hal memahami Tuhan. Akan tetapi sisi Transenden tetap dibutuhkan guna menjaga kemisteriusan Tuhan, karena tuhan itu sendiri merupakan sebuah khazanah yang tersembunyi menurut saya dan tak ada mahluk yang bisa menangkap esensi Tuhan secara sempurna selain Tuhan itu sendiri..
Membahas Transenden seperti membahas hal yang berada di luar daya jangkau akal kita,, hal yang membuat akal bertanya-tanya dan mengira-ngira dalam alamnya sendiri,, maka dari itu syariat membatasi tentang pembahasan Tuhan dalam hal wujud, Untuk menghindari kebingungan akal dalam hal memahami Tuhan. Akan tetapi sisi Transenden tetap dibutuhkan guna menjaga kemisteriusan Tuhan, karena tuhan itu sendiri merupakan sebuah khazanah yang tersembunyi menurut saya dan tak ada mahluk yang bisa menangkap esensi Tuhan secara sempurna selain Tuhan itu sendiri..
Akan tetapi kelemahan dari
Transenden ini bisa mengakibatkan ada perasaan tak ingin mengenal, dari hamba
ke pada Tuhannya, seaakan si hamba berkata “Toh,buat apa aku memikirkan
Tuhan,Dia sendiri adalah dzat yang tak mungkin tuk ku diketahui” , ada semacam
kalimat acuh dari hal diatas, kalimat yang berisi tak ingin tahu seorang hamba
terhadap Tuhannya, dampak negatifnya jika hal ini terjadi adalah sang hamba tak
mengenal Tuhan , dan sang hamba tak tahu apa yang ia sembah selama ini, seakan
ia hanya menyembah sesuatu yang kosong yang ia tidak punya pengetahuan tentang
hal itu, maka tak perlu kita terkejut jika dalam kehidupan ini banyak diantara
kita yang tak percaya akan Dia, saya rasa hal itu telah menjadi suatu kewajaran
jika pola fikir seperti ini terus kita simpan dalam kepala kita..
Hmm,, dan Untuk menyelesaikan
masalah ini,saya mencoba menawarkan metode berfikir dari Muhyidin Ibnu Araby,
dimana ia menjelaskan antara konsep tanzih
dan tasybih, Tanzih
dihubungkan dengan Dzat Tuhan (Transenden) sedangkan Tasybih dihubungkan dengan sifat dan asma Tuhan (Imanent), jadi
menurut Ibnu Araby secara Dzat Tuhan adalah Transenden tak dapaat kita jangkau
melalui piranti apapun dalam diri kita, sedangkan secara sifat dan asma Tuhan
merupakan Imanent yaitu dekat dengan kita atau bahkan beberapa hampir hampir
memiliki kesamaan dengan sifat kita. Mungkin karena itulah muncul ayat-ayat
mutasyabihat yang sering menjadi perdebatan dikalangan ulama.
Dengan jelasnya konsep tentang
Transenden dan imanent ini maka dapat jelaslah wilayah-wilayah antara hamba dan
Tuhan, sehingga tidak terjadi pelanggaran dalam wilayah tersebut, dan hendaknya
kita kembali memposisikan posisi ita sebagai hamba dalam menjalani tugas
kehambaan kita tanpa mencampuri hak-hak dari ketuhanan..
(Setidaknya
inillah menurut saya,Mohon maaf bila terdapat banyak kekurangan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar