Untuk "Pencipta" filosofisku, simbol,tanda dan makna terliputi dalam wilayahMu.

Rabu, 09 Mei 2012

Imanent dan Transenden




“Dua kata yang cukup mengernyitkan dahi dan memuntahkan  berbagai macam pikiran keluar dari pola-pola biasa,,, Arghhh... Menggerang aku memikirkan ini” Sekilas inilah gambaran secara garis besar tentang bagaimana keadaan alam fikir ku dalam beberapa bulan terakhir ini..
Fine,,, langsung saja kita masuki pintu ini,, kali ini filsafat Teology akan berbicara disini..  Imanent sedikit menurut saya adalah sebuah simbol keakraban dan kedekatan, yaitu dimana Tuhan berada dalam struktur alam semesta dan ikut ambil bagian dalam proses-proses kehidupan manusia,, sedangkan Transenden adalah sebuah simbol formalitas yang membangun garis pemisah antara Tuhan dan Hamba sehingga seakan ada jarak yang timbul dari keduanya, Yaitu Tuhan sang maha agung berada diluar alam Kegandaan ini dan tak mampu dijangkau dan ditembus oleh manusia,,
Imanentasi dalam islam tercermin dalam ayat  “Dan apabila hamba-hambaku bertanya padamu maka jawablah (bahwasanya) aku adalah dekat” (2:186) Suatu ayat yang menggambarkan unsur kedekatan Tuhan terhadap Hambanya berada disini, kedekatan memang perlu guna melukiskan suatu hubungan keakraban dan jika kedekatan telah terjadi maka rasa canggung akan hilang dalam suatu hubungan itu, dan tentu saja dalam konteks ketuhanan Tuhan menjadi sesuatu yang tak asing lagi bagi kita, bahkan menjadi Sesuatu yang paling penting dalam hidup kita..
Namun tampaknya ada sesuatu yang salah dalam hal persepsi,, terutama jika kita menyoroti masalah imanent, kedekatan seringkali menimbulkan kelancangan atau berkurangnya rasa hormat,, dengan dalih kedekatan lantas kita semakin berani tidak sopan terhadap teman kita atau dengan alasan kedekatan kita secara sengaja lantas melanggar hak-hak privasi dari saudara kita,, maka hal ini hanya akan menimbulkan bencana bagi hubungan tersebut,, Istilah su’ul adab adalah istilah yang sering terdengar dalam hubungan hamba dengan Tuhan,, ketika hamba telah melanggar aturan-aturan ketuhanan atau secara sengaja maupun tak segaja mencampuri hak-hak  prerogatif Tuhan maka akan secara langsung stempel Su’ul adab melekat pada posisi sang hamba..
Guna mengantisipasi hal tersebut maka dibutuhkan suatu jarak,, yang memisahkan atau membedakan antara hamba dan Tuhan, agar jelas posisi kedudukan antara hamba dan Tuhan sehingga nampak jelas wilayah-wilayah yang tak boleh dilanggar oleh sang hamba,, jarak disini bisa juga disebut hijab (penghalang) fungsi dari hijab sendiri yaitu untuk membatasi atau menghalangi atau membuat suatu jarak antara hamba dan Tuhannya (setidaknya itu menurut ilmu Tasawuf),,
Membahas Transenden seperti membahas hal yang berada di luar daya jangkau akal kita,, hal yang membuat akal bertanya-tanya dan mengira-ngira dalam alamnya sendiri,, maka dari itu syariat membatasi tentang pembahasan Tuhan dalam hal wujud, Untuk menghindari kebingungan akal dalam hal memahami  Tuhan. Akan tetapi sisi Transenden tetap dibutuhkan guna menjaga kemisteriusan Tuhan, karena tuhan itu sendiri merupakan sebuah khazanah yang tersembunyi  menurut saya dan tak ada mahluk yang bisa menangkap esensi Tuhan secara sempurna  selain Tuhan itu sendiri..
Akan tetapi kelemahan dari Transenden ini bisa mengakibatkan ada perasaan tak ingin mengenal, dari hamba ke pada Tuhannya, seaakan si hamba berkata “Toh,buat apa aku memikirkan Tuhan,Dia sendiri adalah dzat yang tak mungkin tuk ku diketahui” , ada semacam kalimat acuh dari hal diatas, kalimat yang berisi tak ingin tahu seorang hamba terhadap Tuhannya, dampak negatifnya jika hal ini terjadi adalah sang hamba tak mengenal Tuhan , dan sang hamba tak tahu apa yang ia sembah selama ini, seakan ia hanya menyembah sesuatu yang kosong yang ia tidak punya pengetahuan tentang hal itu, maka tak perlu kita terkejut jika dalam kehidupan ini banyak diantara kita yang tak percaya akan Dia, saya rasa hal itu telah menjadi suatu kewajaran jika pola fikir seperti ini terus kita simpan dalam kepala kita..
Hmm,, dan Untuk menyelesaikan masalah ini,saya mencoba menawarkan metode berfikir dari Muhyidin Ibnu Araby, dimana ia menjelaskan antara konsep tanzih dan tasybih,  Tanzih dihubungkan dengan Dzat Tuhan (Transenden) sedangkan Tasybih dihubungkan dengan sifat dan asma Tuhan (Imanent), jadi menurut Ibnu Araby secara Dzat Tuhan adalah Transenden tak dapaat kita jangkau melalui piranti apapun dalam diri kita, sedangkan secara sifat dan asma Tuhan merupakan Imanent yaitu dekat dengan kita atau bahkan beberapa hampir hampir memiliki kesamaan dengan sifat kita. Mungkin karena itulah muncul ayat-ayat mutasyabihat yang sering menjadi perdebatan dikalangan ulama.
Dengan jelasnya konsep tentang Transenden dan imanent ini maka dapat jelaslah wilayah-wilayah antara hamba dan Tuhan, sehingga tidak terjadi pelanggaran dalam wilayah tersebut, dan hendaknya kita kembali memposisikan posisi ita sebagai hamba dalam menjalani tugas kehambaan kita tanpa mencampuri hak-hak dari ketuhanan..


(Setidaknya inillah menurut saya,Mohon maaf bila terdapat banyak kekurangan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar