Sebuah Request dari teman saya
Muhammad Arifin yang akhir-akhir terlihat murung tanpa semangat hidup, merokok
tanpa merasakan passion dan tidur tanpa motif yang jelas guna melewatkan
hari-harinya yang tak produktif hahahah (Dramatisir),,,, secara umum profil
dari Muhammad Arifin adalah teman saya yang Low Profile, suka mengalah ketika
berdebat dan tak pernah memaksakan kehendak Egonya sendiri,, cukup menarik
jika teman saya ini menceploskan sebuah
tema untuk saya,yaitu “Cinta Tak Bersyarat”
terkesan melankonis,akan tetapi tak apalah, untuk sekedar analisa
pribadi hahaha....
Banyak definisi yang berkeliaran
di luar sana tentang hal ini,, banyak pula hal-hal yang menjadi indikator
secara tiba-tiba tentang perwujudan hal ini,sulit bagi saya untuk memulai hal
ini, dan akhirnya saya putuskan untuk menjelaskan hal ini dengan cara membedah
suatu puisi mistis haha,,, baiklah coba
saya persempit saja “Cinta adalah memberi” setidaknya itu yang ada di kepala
saya,, dalam Tasawuf Al
Hubb Atau cinta diposisikan sebagai salah satu tingkata kondisi hati,,
akan tetapi yang menjadi pertanyaan adalah cinta seperti apa yang mendapat
penghargaan sedemikian mulia dalam dunia sufistik ini???
Mungkin untuk Tuhan itulah
setidaknya yang keluar dari mulut saya Sumber dari segala cinta dan
jawaban tentang keabadiaan cinta, dalam hal ini para penikmat kesustraan
sufistik tak akan asing dengan puisi-puisi cinta magis karya Rumi, Attar
ataupun Ibn Arabi,, Raingkaian dari puisi-puisi tersebutlah yang mungkin bisa
menjelaskan tentang esensi cinta yang bersifat ketuhanan ini,, sebelum membahas hal ini mungkin ada baiknya
jika saya coba paparkan beberapa bait puisi cinta ala sufism ini:
Agama Cinta bukanlah mementingkan
diri sendiri,
Ia tak lain hanyalah kerendah-
hatian dan kepasrahan
Puaslah dengan apa saja yang di
berikan.
Tak ada yang lebih tidak
menyenangkan selain kemurkaan-Mu
Bukanlah mementingkan diri
sendiri, Cinta yang bersifat ketuhanan tentulah lepas dari keinginan
ego yang sempit dan picik, kembali pada konsep ”Cinta adalah memberi”
seakan menyiratkan suatu kesan tersendiri bagi saya yaitu dimana ada sebuah
unsur menafikan ego sendiri dan lebur dalam keinginan sang kekasih, inilah yang
dimaksud dengan suatu agama yang tak memberi tempat bagi para manusia egois
yang mementingkan diri sendiri, dan tentu saja agama cinta tak akan mengenal
keegoisan..
Selanjutnya ada dua kata yang
menarik dalam baris kedua puisi ini,yaitu kata Kerendah-hatian dan
kepasrahan, kerendah-hatian, jika
dihubungkan dengan meleburnya sikap egoitas maka tentu saja akan terjadi suatu
hubungan yang sangat erat,kerendah-hatian kita dalam mencintai yaitu meniadakan
unsur dari diri kita dan menonjolkan unsur tentang yang dicinta, Mungkin
kalimat ini sesuai untuk menggambarkan apa yang coba saya jelaskan “Jika ada
kelebihan itu Sepenuhnya dari Tuhan dan jika ada kekurangan maka itu dari saya
pribadi” inilah bentuk kalimat yang menggambarkan kerendahan hati dalam
mencinta, lalu kita beralih kepada kata “kepasrahan” menurut saya pribadi
kepasrahan tak akan pernah terwujud tanpa konsep lain yang disebut keyakinan,
kepesrahan hanya akan terjadi jika kita telah yakin akan apa yang kita
pasrahkan, selama tak ada keyakinan maka akan terciptalah kkhawatiran,contohnya
seperti kekhawatiran akan masa depan kita tentu akan terus membayangi kita
selama kita tak punya keyakinan kuat bahwa masa depan kita telah diatur oleh
Tuhan,maka dari itu dengan Yakin kepada yang dicinta maka akan menimbulkan
kepasrahan dan tentu saja akan
menghilangkan prasangka dan selalu berbaik sangka kepada yang dicinta..
“Puaslah dengan apa yang
diberikan” suatu kalimat ajakan yang menganjurkan kita untuk selalu
menerima keadaan kita tanpa harus banyak protes kepada Tuhan kita,, walaupun
hanya sebuah pensil tapi jika yang memberi adalah kekasih apakah sama dengan
pensil yang diberi oleh orang lain??? Tentu jawaban tersebut tak akan sama, “Puaslah
dirimu dengan apa yang diberikan Tuhanmu” seakan mengingatkan kita untuk
melihat kembali posisi kita, sebagai hamba sangat lancang apabila mencampuri
wilayah-wilayah yang menjadi Hak Tuhan, Sang Pemberi adalah Wilayah
Tuhan sedangkan Wilayah kita adalah menerima, lalu apakah pantas hamba
mengatur-atur tentang wilayah Tuhan, seperti mengatur kadar pemberian atau
bahkan mengatur waktu dan bentuk pemberian,, Ahh Tidak bagiku, “Jika kau memang
cinta kau harus menerima apapun yang diberikan oeh kekasihmu, segala sesuatu
akan menjadi indah jika itu dari kekasihmu”
Lalu dalam baris terakhir ini
yang sangat menarik menurut saya ”Tak ada yang lebih tidak menyenangkan selain
kemurkaanMu” suatu konsekuensi dari tindakan kita apabila kita selalu
memprotes pemberianNya dan selalu ikut campur dalam hak-hakNya maka tentu saja
Sang kekasih akan murka pada kita, jadi menurut saya jika ditinjau dari puisi
diatas Cinta adalah Kerendah-hatian ,kepasrahan dan selalu puas menerima
pemberian dari yang dicinta, penekanan egoitas kita sangat memegang
peran sentral dalam cinta, kerelaan untuk mengubur diri dan menampilkan kekasih
adalah suatu cinta ideal bagi kita, jika ego masih berperan dalam hal ini maka
suasana Cinta akan segera hilang dan diganti dengan suasana pemaksaan, dan
ujungnya cinta hanya menjadi dalih sebagai lahan pemuasan keinginan pribadi.
So,, untuk Teman saya,, jika anda
memang cinta maka kuburlah keegoisan anda,,, jika anda memang yakin
pasrahkanlah semuanya pada Dia,, dan terimalah apa yang diberi olehnya baik itu
manis ataupun pahit tak masalah, karena cinta tak pernah mengenal pahit dan manis,,
(Setidaknya inilah
menurut saya,Mohon maaf bila terdapat banyak kekurangan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar